PELAYARAN SEBUAH HARAPAN

Judul buku : Khatulistiwa
Pengarang : Edward Stefanus Murdani
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Tempat terbit : Jakarta
Tahun terbit : Mei 2009 (cetakan pertama)
Ukuran buku : 14 x 20 cm
Tebal buku : 320 halaman
Harga buku : Rp30.000,-

Edward Stefanus Murdani, lahir di Bogor pada tanggal 10 Agustus 1976 sebagai anak pertama dari 6 bersaudara. Lulus dari SMA N 4 Bogor, ia melanjutkan ke Fakultas Hukum Universitas Katholik Parahyangan. Setelah mendapat gelar sarjana hukum, ia bekerja di Bandung sebagai staf legal.
Keinginan menulis novel Khatulistiwa timbul saat Edward membaca artikel di sebuah majalah tentang keluarga dari Spanyol yang berlayar keliling dunia dengan perahu layar dan mendarat di Filiphina untuk mencari saudara mereka hanya bermodalkan selembar foto lama. Edward kemudian menuliskan kisah itu ke dalam sebuah novel dengan latar Indonesia dan dengan gayanya sendiri.
Sejak SD, Edward sudah mengidap demam membaca. Waktu sore di akhir pekan ia habiskan di toko buku. Hobinya adalah duduk menyendiri ditemani dengan sebuah radio transistor kecil dengan ’menu khusus’ Lima Sekawan, Tintin, Agatha Christie, Perry Mason, dan John Grisham. Itulah yang membuatnya tertarik masuk sekolah hukum.
Alex, remaja dalam masa transisi SMA ke bangku perkuliahan adalah peran utama dalam novel ini. Petualangan berlayar ke Pulau Natuna di atas Khatulistiwa merupakan imajinasi tingkat tinggi. Sebuah kejutan bagi Edward, sang penulis pemula yang mampu menceritakan semua hal tentang kelautan. Novel ini diluncurkan pada bulan Mei 2009 dan menjadi sebuah sanggahan Edward atas anggapan bakat kepenulisannya. ”See, dreams do come true!” dari seorang yang sangat awam tentang kelautan dan mulai menjejali diri dengan ”garam laut”.
Khatulistiwa adalah sahabat terbaik Alex. Bersama perahu layar warisan kakeknya, Alex merambah perairan Kepulauan Seribu sebagai tempat tinggalnya. Ia menyepi di atas Khatulistiwa saat suasana rumah makin panas karena pertengkaran orang tuanya, atau di saat hati Alex sedang galau karena Siska, gadis yang dicintainya yang telah dijodohkan dengan orang lain bernama Randy.
Cerita dimulai saat Alex mengetahui bahwa ia ternyata bukan anak kandung dari seorang sosok yang selama ini dianggap sebagai papanya, Boyke. Alex shock, ditambah lagi dengan perlakuan Boyke terhadap mama Alex yang begitu kasar. Pertengkaran pun tak dapat dihindari. Mama Alex, Kristin, hanya bisa pasrah melihat semua itu, hatinya yang lembut membuatnya tak mampu berbuat apapun.
Mengetahui bahwa Alex adalah anak haram, ia meminta penjelasan kepada mamanya. Mama Alex menjelaskan semuanya dan memberikan beberapa lembar foto yang menunjukkan identitas papa kandung Alex. Kemudian, foto-foto itu justru membuat Alex bertekad menemukan papa kandungnya. Alex memutuskan berlayar dengan Khatulistiwa menuju Kepulauan Natuna untuk mencari papa kandungnya. Siska pun turut dalam pelayaran itu.
Petualangan dimulai. Kedua remaja itu merambah perairan barat Nusantara, menghadang jalur laut yang luas, disambut badai, cuaca buruk, juga menghadapi perompak. Jalinan cinta antara Alex dan Siska pun semakin erat sepanjang pelayaran ini. Pelayaran ini membuat kedua remaja itu semakin dewasa dalam menyikapi berbagai masalah.
Setelah pelayaran selama berhari-hari, sampailah mereka di Kepulauan Natuna. Alex berhasil menemukan papa kandungnya, Erik. Papa kandungnya menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi 17 tahun yang lalu. Tiba-tiba bencana terbesar datang dan menyerang keluarga yang baru saja berkumpul setelah terpisah selama belasan tahun. Boyke ternyata lebih jahat juga picik dari apa yang dibayangkan. Ia bersama sekomplotan temannya melakukan sebuah tindakan kriminal yang membuat Alex tewas dalam peristiwa itu.
Alur cerita dalam novel ini benar-benar membawa pembaca merasakan apa yang sedang dikisahkan. Pembaca seolah-olah dibawa langsung ke dalam sebuah petualangan besar, pelayaran menuju Kepulauan Natuna. Pengetahuan tentang kelautan diungkapkan secara detail sehingga dapat menambah wawasan para pembaca. Terutama bagi yang cinta akan laut.
Namun, penulis sepertinya kurang memperhatikan tata bahasa yang digunakan. Ketidakseimbangan antara gaya bahasa narasi dengan dialog tokoh membuat pembawaan novel ini terasa kaku. Berbagai istilah tentang kelautan kurang dijelaskan maknanya dalam novel ini. Hal itu membuat novel ini terasa berat karena menyangkut masalah teknis pelayaran yang rumit. Kesalahan pengetikan juga masih terlihat pada beberapa halaman dalam novel ini.
Bagaimanapun masa lalu kita, hal-hal yang baik selalu terjadi pada orang yang memiliki harapan dan mau menggapai harapan itu. Itulah pesan yang sebenarnya ingin disampaikan oleh Edward melalui novel berjudul Khatulistiwa ini.

0 komentar: